Anggota KIR Matsanida Kunjungi Desa Keramik Tradisional Melikan

Wedi-Siswa belajar tidak harus di kelas atau lingkungan sekolah saja. Siswa dapat belajar di mana saja. Siapapun bisa menjadi sumber belajar. Apalagi pada Kurikulum 2013 (K13) yang berbasis saintifik proses belajar dan mengajar harus lebih aplikatif.

Untuk mewujudkan pembelajaran aplikatif yang berbasis saintifik, siswa kelas VII yang tergabung sebagai anggota ekstrakurikuler Karya ilmiah remaja (KIR) MTs Negeri Pedan, Klaten (Matsanida) mengadakan pembelajaran di luar kelas (outing class atau OT).

Kegiatan OT dilaksanakan di sentra industri gerabah dan keramik di Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten. OT yang diikuti oleh 34 siswa dengan 4 orang guru pembimbing ini dilaksanakan pada Selasa (14/02/2017).

Berangkat dari Matsanida menggunakan sebuah bus kecil dan sebuah mobil. Rombongan berangkat pukul 07.20 WIB, dan tiba di Desa Melikan pada pukul 07.58.

OT dilaksanakan di salah satu home industri milik Bapak Tri Wiyono (Tri Pedan) dengan nama merk ELVI KERAMIK (EK) yang berada di Dusun Sayangan RT 01, RW 01, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten. Desa ini berbatasan dengan kecamatan Bayat.

EK yang dipimpin oleh pria lulusan SMK teknik jurusan listrik ini memulai usaha pada tahun 2000. Di rumah sederhana yang juga sebagai bengkel gerabah ini tiap harinya memproduksi berbagai jenis gerabah seperti alat rumah tangga seperti wajan, tungku, kendi, piring, dan berbagai keramik ukuran besar seperti meja dan kursi.

Setelah istirahat 5 menit dari perjalanan, siswa dibagi berkelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa. Pak Tri menjelaskan kepada siswa tentang sejarah berdirinya EK dan sejarah adanya industri keramik rumahan di Desa Melikan yang terkenal ini.

Tak hanya sejarah saja yang dijelaskan oleh pria yang anaknya saat ini menimba ilmu pada jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Ia menjelaskan tentang cara pembuatan keramik dari awal sampai pada finishing.

Secara mendetail Pak Tri menjelaskan teknik-teknik pembuatan gerabah atau yang lebih populer dengan sebutan keramik tradisional (GT). Teknik yang digunakan pada pembuatan GT di sini ada tiga, yaitu putar tegak, putar miring, dan cetak.

Para siswa diberi kesempatan untuk bertanya. Guru pendamping pun juga ada waktu untuk bertanya. Beberapa pertanyaan dilontarkan kepada siswa, antara lain pemasaran GT dari EK kemana saja. Pak Tri pun menjawab bahwa pemasaran selain di show room yang dibeli oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara juga pesanan dari berbagai wilayah di tanah air seperti Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Bali, dan berbagai daerah di luar Jawa.Tak hanya pesanan dari dalam negeri saja, pesanan dari luar negeri pun ada. Australia adalah negara yang menyukai GT dari EK ini.

Selesai teori, siswa dan guru pendamping diajak keliling desa dan show room yang ada di pinggir jalan oleh pemandu Ibu Endang atau sering disapa dengan Mbak Endang. Sebanyak 400 Kepala Keluarga (KK) Desa Melikan ternyata berprofesi sebagai pengrajin GT. Di hampir tiap rumah di gang-gang ada keramik yang sedang dibuat atau sedang dijemur sebelum dibakar.

Teknik putar tegak
Teknik putar tegak
Selesai berkeliling desa siswa-siswi istirahat 10 menit kemudian memulai praktik. Ketiga teknik pembuatan GT diajarkan kepada siswa-siswa langsung oleh Pak Tri dan dua orang asistennya. Namun, teknik yang wajib dipraktikkan siswa-siswi adalah cetak. Di sini telah disediakan GT yang masih basah kemudian siswa disuruh membuat aksesoris dengan tektik cetak berbagai motif seperti binatang, bunga, dan buah.
Teknik cetak
Teknik cetak
Siswa-siswi membuat GT dengan mencetak pola yang sudah ada kemudian ditempelkan pada GT basah dengan air. Hasil karya siswa ini nanti setelah kering dibakar dan ada perwakilan dari Matsanida mengambilnya. Tak lupa karya ini diberi nama sesuai dengan pembuatnya, jadi ini bisa menjadi karya kebanggaan siswa-siswi.
Teknik putar miring
Teknik putar miring
Praktik teknik pembuatan GT yang tak kalah menyenangkan adalah teknik putar tegak. Kelihatannya mudah, namun setelah dipraktikkan ternyata susah. Untuk tektik putar miring hanya beberapa siswa yang mempraktikkan, hal ini karena teknik ini memang susah dilakukan, apalagi bagi pemula yang masih amatir. Salah satu guru pendamping Ibu Endang mencoba teknik putar miring ini. Sampai berkeringat dicoba berkali-kali ternyata hasilnya sangat jauh dari yang diinginkan.

Semua siswa sebelum pulang diberi kenang-kenangan celengan dengan berbagai motif yang cantik. Tak lupa empat guru pembimbing juga diberi souvenir berupa kendi.

Kami meninggalkan Desa Melikan pukul 11.35 menuju Pendopo Desa Paseban, Kecamatan Bayat untuk makan siang dan sholat Duhur. Pukul 12.55 kami pulang dan tiba di Matsanida pada pukul 13.30.

Tak hanya berlalu saja pelajaran membuat keramik tradisional dari Desa Melikan, siswa-siswi pun harus membuat laporan untuk evaluasi.

AM

Anggota KIR Matsanida Kunjungi Desa Keramik Tradisional Melikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas